Sunday, 9 February 2014

Blog Makanan di Pulau Pinang - Blogger - Blog Makanan di Sarawak

Blog <b>Makanan</b> di Pulau Pinang - Blogger - Blog Makanan di Sarawak


Blog <b>Makanan</b> di Pulau Pinang - Blogger

Posted: 05 Feb 2014 12:38 PM PST

Makanan Tradisional Sambalingkung atau semblingkung adalah makanan khas bangka belitung yang berasal dari ikan.. Sambalingkung atau semblingkung ini dapat pula disebut ABON IKAN BANGKA. Pulau Bangka dan Palau Belitung dikelilingi oleh laut, tepatnya dikelilingi oleh perairan, ada Selat Karimata, Selat Gaspar, Selat Bangka bahkan berbatasan langsung dengan Laut china Selatan. Kondisi geografis inilah yang membuat Pulau Bangka dan Palau Belitung kaya akan hasil laut.

Bahkan ada suatu suku di Bangka Belitung (Babel) yang hanya hidup di perairan dan jarang menginjak darat , namanya Suku Sekak atau Suku Anak Laut. BUKJAM akan menulis mengenai Suku Sekak ini secara khusus. Sambalingkung atau semblingkung adalah makanan asli orang Bangka Belitung (Babel). Bisa dikatakan makanan Melayu Bangka Belitung. Sejarahnya, Sambalingkung dibuat agar hasil tangkapan ikan yang melimpah tidak terbuang percuma, yakni dengan cara mengolah ikan-ikan tangkapan tersebut menjadi makanan yang tahan lama, awet serta lezat. Dengan kreatifitas Melayu Bangka Belitung maka terciptalah Sambalingkung atau semblingkung , makanan khas bangka belitung itu.

Resep membuat semblingkung sederhana saja. Bahan-bahannya pun tidak susah ditemui. Bahan dasarnya adalah ikan dan santan kelapa. Kedua bahan utama ini terdapat diberbagai sudut Pulau bangka Belitung. Resep membuat semblingkung ini dibagikan kepada Tionghoa Bangka Belitung, sehingga Tionghoa Bangka Belitung mampu membuat juga. Semblingkung dapat dibuat dari berbagai ikan. Kabanyakan dari ikan tenggiri. Sambalingkung atau semblingkung di luar Bangka Belitung (Babel) dinamakan ABON IKAN BANGKA. Jika anda bandingkan dengan Abon Ikan lainnya, maka ada perbedaan dari segi cita rasa. Pertama, lebih harum dan kedua, lebih gurih.

Sambalingkung atau ABON IKAN BANGKA, makanan khas bangka belitung ini, sebenarnya adalah makanan rumahan yang tidak diperdagangkan, namun sekarang menjadi bagian dari oleh-oleh khas bangka belitung. Sehingga setiap wisatawan berkunjung ke Bangka Belitung (Babel) bisa membawanya pulang. oleh-oleh khas bangka belitung dapat dibeli di toko-toko oleh-oleh manapun, di Pangkal Pinang, Bangka, bisa dibeli di daerah kampung katak, ada toko kartini, LCK, jauh sedikit ada toko agung dan toko-toko lainnya. Selain di toko-toko, dapat pula dibeli di pasar tradisional.Harga per ½ KG sekitar Rp30.000,- . ABON IKAN BANGKA ini bisa dimakan dengan nasi ataupun roti. Terbuat dari bahan-bahan alami tanpa pengawet. Bila tidak dimakan harus dimasukan ke dalam kulkas, jika tidak maka akan lapuk. Apabila anda berkunjung ke Bangka Belitung (Babel) silahkan membeli oleh-oleh khas bangka belitung yang satu ini. Dijamin tidak rugi dan pasti akan kembali lagi.

sumber : www.moil-sewa.com

mata hati - Blog <b>Makanan</b> di <b>Sarawak</b> - Blogger

Posted: 28 Jan 2014 11:55 PM PST

Umai

- umai antara makanan tradisional sarawak dan bagi kaum melanau.Saya dan family sukakannya ^^. Makanan yang berasaskan udang mentah atau ikan mentah yang digaul dengan bahan2 tertentu.
nak buat pun mudah je. korang boleh la cuba sekali.
bahan2 : cili, bawang besar, limau kasturi, sedikit garam. dan digaul dengan udang atau ikan(ikan kembung masin best) yang telah dihiris kecik2. dan siap! :) memang sedap lah. Tapi kawan2 kat sini macam terkejut sebab  makan mentah je, tapi sebenarnya limau tu boleh buat ikan atau udang tu 'masak'..

Banyak lagi makanan yang menarik kat sarawak. Antaranya :


Ni buah Dabai. info : Buah ini akan direndam di dalam air panas untuk melembutkan isinya dan di dalam buah dabai ini, terdapat bijinya yang keras. Isinya berwarna kuning dan bijinya pula berbentuk seperti bola ragbi tetapi bersegi tiga. Isi dalam biji nya boleh dimakan juga.










Ni buah tebulus atau Engkala.
Info : buah akan direndam di dalam air suam atau air panas untuk melembutkannya. Biasanya, buah ini akan dimakan dengan mencampurkannya dengan garam.

Ni pun makanan masyarakat melanau iaitu Linut. Info : Linut merupakan campuran tepung kanji dengan air panas dan ia biasanya akan disaji dengan sambal belacan. Linut akan dimakan ketika ia masih panas dan kurang sedap ketika sudah sejuk. Rupa linut adalah seperti gam dan rasanya agak manis dikatakan mampu mengurangkan suhu badan orang yang demam.

Dan satu lagi. kalau nasi yang tak habis dimakan, kalau sayang nak buang. Boleh la buat sebagai makanan ringan :) xsilap namanya panggil kertep. tak ingat lak T_T maaf2.. Mula2, jemur nasi tuh sampai keras selama beberapa hari. Kemudian goreng dengan sedikit minyak masak. Dan akhir sekali boleh la dicampur dengan gula atau makan begitu je ^^. Tak la membazir je kan. 

p/s : kalau berkunjung ke sarawak, boleh la mencuba makanan2 di atas, atau buat sendiri pun boleh. try it and u will love it !

Newer Post - Blog <b>Makanan</b> di Pulau Pinang - Blogger

Posted: 06 Feb 2014 11:32 AM PST

PENANG, orang Malaysia mengejanya dengan ejaan keinggris-inggrisan, Peneng, atau dengan sebutan lengkapnya Pulau Pinang, terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia. Kini tempat itu dapat ditempuh dengan jalan darat dari arah ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur, melalui jembatan sepanjang 13 kilometer, atau dapat juga ditempuh dari Medan dengan kapal feri. Penang kini lebih dikenal sebagai kota industri dan mata pencaharian mayoritas penduduknya berhubungan dengan sektor ini. Investasi di Penang yang sangat pesat menjadikannya sebagai salah satu kota terbesar diMalaysia.

Pantai dan alamnya yang indah menjadikan Penang juga dikenal sebagai salah satu tujuan wisata utama di Malaysia. Pernah dikenal dengan julukan Pearl of the Orient, Penang bukanlah pulau asing bagi masyarakat serantau (Nusantara dan sekitarnya). Pusat kota Pulau Penang terletak di pesisir pantai yang dikenal dengan nama Georgetown. Tempat ini hingga kini masih menyisakan eksotisme kota lama, dengan arsitektur dari berbagai bangsa dan etnis.

Salah satu yang menarik adalah enklave Lebuh Aceh di jantung Georgetown, berhadapan dengan enklave Kuil Khoo Kong Si. Lebuh Aceh ini memiliki luas 66.000 kaki persegi dengan masjid sebagai penandanya. Sementara permukiman dan rumah kedai mengelilinginya sehingga membentuk perimeter block dengan masjid dan ruang terbuka di tengah-tengahnya.

Pada waktu itu orang-orang Aceh banyak sekali berdagang di Pulau Pinang, kalau bagi orang yang baharu datang seperti Teuku Nyak Putih, tidaklah akan merasa sunyi, Setelah beberapa hari Teuku Nyak Putih berada di Pulau Pinang, ia telah merasa bahawa dia bukannya sampai di satu tempat yang baharu, melainkan di salah sebuah kota besar di negeri sendiri. (Abdullah Hussain, 1984)

Sejarah masjid dan enklavenya ini berawal dari tahun 1792. Ditandai dengan kedatangan pendirinya, yaitu Tengku Syed Hussain Al-Idid, seorang bangsawan dari Aceh keturunan Arab dari Hadramaut, Yaman, yang kemudian menetap di Penang. Tengku Syed Hussain Al-Idid ini kemudian menjadi pedagang Aceh yang kaya dan sukses ketika Penang baru dibuka oleh Kapten Sir Francis Light pada akhir abad ke-18.

Dengan kekayaan yang dimilikinya, Tengku Syed Hussain Al-Idid dengan bantuan keluarga dan pengikutnya membuka kawasan di Lebuh Aceh. Dia mendirikan masjid, menara, rumah kediaman, deretan rumah kedai, Madrasah Al Quran, dan kantor perdagangan. Bagi masyarakat Aceh khususnya dan Nusantara umumnya, Penang bukanlah sebuah tempat asing. Snouck Hurgronje, ahli ilmu agama Islam yang menuliskan catatan tentang Aceh pada tahun 1892 pun menyatakan bahwa Bagi masyarakat Aceh, Penang adalah gerbang menuju dunia dalam banyak hal, terutama juga untuk memasarkan produk mereka langsung menuju Eropa.

Kejayaan masyarakat Aceh di Penang tidak terbatas hanya pada masa Tengku Syed Al-Idid, tetapi selepas kematian beliau pada pertengahan abad ke-19, perkampungan ini terus berkembang maju dan telah mencapai kegemilangannya hingga akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Teuku Nyak Putih, ayahanda seniman legendaris melayu P Ramlee pun adalah satu di antara banyak orang Aceh yang sukses di Penang.

Keharuman nama para pedagang Aceh di masa silam ini terpancar pula dari keindahan arsitektur masjid ini. Arsitektur Masjid Lebuh Aceh ini cukup unik karena merupakan gabungan dari gaya Moor, China, dan Klasik. Menara persegi delapan yang berada di sisi utara tepat di pintu masuknya berbentuk seakan pagoda China. Sementara gaya Moor terlihat dari lengkung dan juga plester yang menghiasi dinding dan bagian mihrab. Tiang Klasik berukuran besar tampak menghiasi beranda masjid ini yang lebih mirip seperti pendopo masjid-masjid di Sumatera dan Jawa. Sebagaimana masjid-masjid kuno di Nusantara lainnya, di belakang masjid ini berderet makam orang-orang yang berkaitan erat dengan masjid ini, termasuk Tengku Syed Al-Idid sendiri beserta kerabatnya.

Berbeda dengan masjid yang seluruh dindingnya menggunakan batu bata, kebanyakan rumah tinggal di Lebuh Aceh justru mencerminkan rumah tradisional. Bahan dinding didominasi kayu dengan pintu berdaun dan ukiran kerawang. Terdapat juga beberapa rumah bercirikan rumah tradisional kota yang menggunakan bahan batu bata di tingkat bawah dan bahan kayu di tingkat atas.

Selain masjid dan rumah tinggal, rumah-rumah kedai yang mengelilingi kawasan ini memiliki keindahan arsitektur yang menarik. Terdapat tiga gaya arsitektur di sini, yaitu arsitektur tradisional, klasik, dan straits eclectic.

Rumah kedai yang berarsitektur tradisional atau permanen awal ini berderet antara Nomor 77-81,Acheen Street. Jenis rumah kedai ini tidak mempunyai lorong kaki lima di tingkat bawah, sedangkan di tingkat atasnya terdapat jendela kayu berdaun.

Jenis rumah kedai Klasik terdapat di alamat Nomor 83-87, Acheen Street. Pengaruh arsitektur klasik tampak pada fasad bangunan seperti tiang bergaya Corinthia di tingkat bawah, pilaster, jendela lengkung, dan ukiran klasik pada dinding. Lorong kaki lima terdapat pada rumah kedai jenis ini.

Sementara arsitektur straits eclectic, yaitu arsitektur campuran berbagai bentuk yang terdapat pada masyarakat sekitar Selat Malaka seperti di Penang, Melaka, atau Singapura tampak pada rumah yang beralamat di Nomor 47-55, Acheen Street. Rumah-rumah kedai ini memiliki lorong kaki lima, tiang pendukung, dinding penghalang (party walls), serta sumur udara di dalam interiornya, sebagaimana rumah- rumah kedai pada permukiman masyarakat selat lainnya.

KOMPLEKS Masjid Lebuh Aceh dan bangunan di sekelilingnya merupakan tanah wakaf yang tidak dapat diperjualbelikan. Secara turun-temurun kawasan ini ditinggali tidak hanya oleh masyarakat Aceh di Penang, tetapi juga dari Arab, Yaman, dan Melayu sendiri. Apalagi letak Lebuh Aceh ini yang berdekatan dengan permukiman dari berbagai bangsa dan etnis. Georgetown memang dikenal sebagai kawasan majemuk yang berasal dari etnis dan agama berbeda. Semua itu hingga kini masih terpancar dari arsitektur bangunan di dalamnya.

Masjid Lebuh Aceh ini semakin istimewa karena tidak hanya berfungsi sebagai basis masyarakat Islam di Penang, namun juga menjadi Jeddah kedua bagi masyarakat serantau yang akan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Kompleks ini senantiasa dipadati jemaah sepanjang musim haji, dan bahkan hampir sepanjang tahun. Perjalanan dengan kapal laut saat itu yang memakan waktu hampir setengah tahun menjadikan kompleks masjid ini didiami pengantar jemaah haji dan selama menunggu jemaah pulang dari Tanah Suci. Begitu seterusnya hingga musim haji berikutnya tiba. Berbagai jenis perdagangan dari mulai rempah ratus, bazar makanan, percetakan buku-buku agama Islam, warung makan, hingga jasa pengurusan haji mengelilingi kesemarakan masjid ini.

Tradisi mengunjungi Masjid Lebuh Aceh sebelum pergi haji kini semakin lama semakin pudar. Keramaian suasana semakin berkurang. Kini Masjid Lebuh Aceh hanya digunakan dua kali shalat Jumat dalam sebulan bergantian dengan Masjid Kapitan Keling yang juga berada di salah satu blok kota lamaGeorgetown ini.

Keberadaannya yang semakin renta menggerakkan sejumlah pelestari warisan budaya untuk memugar masjid ini. Pada akhir dekade 1990-an masjid yang sudah berumur lebih dari 200 tahun ini dipugar dan dikonservasi sebagaimana bentuk aslinya oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan Universiti Sains Malaysia dengan dana dari pihak pemerintah bandaraya Penang. Tidak tanggung-tanggung Gubernur Aceh pada saat itu, Profesor Syamsudin Mahmud, pun turut berkunjung pada saat bangunan dipugar.

Meski demikian, kompleks enklave ini kini masih terus menjadi sengketa. Meski statusnya sebagai tanah wakaf yang tidak dapat diperjualbelikan, letaknya yang strategis di pusat kota dan tingginya nilai lahan di Georgetown ini menjadikan kompleks bangunan di sekeliling Masjid Lebuh Aceh diincar banyak pihak. Isu-isu manajemen tanah wakaf, konservasi, dan kepentingan kapital menjadi mengemuka. Permasalahan ini cukup merisaukan banyak pihak, mengingat kompleks masjid ini merupakan warisan arsitektur sekaligus saksi sejarah bangsa kita di negeri tetangga, Malaysia.

ess7p336ovlu8ovsju9tyc:v7cs9nc83/0w530w3mjmo42onje2il27-yo-27jror:9es8y

No comments:

Post a Comment